Kamis, 07 Januari 2010

masalah selingan

Terus terang saja, tulisan ini adalah tentang pemanasan global atau yang di Indonesia sendiri lebih sering disebut global warming. Mungkin Saya termasuk orang yang terlambat membahas fenomena ini karena sudah lama fenomena ini muncul ke permukaan. Saya sendiri tidak tahu sejarah munculnya fenomena ini. Mungkin saya harus googling, tapi tidak tahu keyword apa yang harus Saya ketik untuk menemukan jawaban dari pertanyaan ini. Kalau saya negative thinking, Saya akan menjawab, mungkin kemunculan fenomena ini adalah taktik para penguasa untuk mengalihkan masalah yang mereka ciptakan. Jadi, ketika ada kasus, isu, skandal, masalah yang melibatkan para penguasa itu, mereka akan menginstruksikan media agar tidak terlalu mengexpose masalah itu dan ketika masayarakat mulai percaya pada masalah itu, maka jurus jitu yang dilakukan mereka adalah dengan menginstruksikan kembali insan media agar membahas masalah selingan yang sebelumnya telah mereka susun dan rencanakan, yang salah satu masalah selingan itu adalah global warming. Sungguh jitu jurus itu, sampai-sampai masyarakat yang sedang membicarakan keburukan dari para penguasa itu tetapi ketika mendengar global warming di televisinya, yang mendampingi pembicaraan mereka, mereka mulai menonton tayangannya dan tertarik untuk membicarakannya sehingga keburukan para penguasa yang sebelumnya menjadi buah bibir itu mulai busuk. Kontan masyarakat langsung membahas fenomena global warming. Kesalahan para penguasa itu terlupakan, sekarang malah mereka yang berusaha menyadari bahwa kesalahan mereka-lah yang menyebabkan global warming ini. Sungguh sangat berkuasa.
Sebenarnya masih banyak masalah selingan yang telah direncanakan dan telah mereka munculkan ke permukaann seperti Si Jangkung dari Lampung yang Mereka munculkan ke permukaan saat masalah bank century mencapai puncaknya. Sekali lagi, negative thinking, bila dipikirkan, padahal Si Jangkung itu kan sudah jangkung sebelum bank century bermasalah bahkan sebelum akar dari permasalah ini merambat. Cukup saja membahas masalah selingan mengingat UU ITE belum dicabut, “hehe..”.
Global warming saja. Pada sore itu penyakit perfectsionist Saya kambuh. Saya ingin membaca buku wajib mahasiswa akuntansi semester 5 tapi kondisi Saya saat itu kurang fit. Saya berpikir itu bisa membuat sulit mengerti esensi dari buku itu, maka saya memutuskan untuk membaca buku itu setelah maghrib. Berarti saatnya untuk wasting time.Secara spontan Saya pun mengambil remote TV dan menyalakannya. Langsung disuguhi opening dari suatu acara infotainment dengan embel-embel investigasi. Saya mearsa tertarik karena openingnya membahas global warming meskipun dilanjutkandengan beberapa selebriti yang berceloteh seperti seorang humas BMG. Tepatnya berakting menjadi seorang geolog. Pada openig itu, dibahas mengenai dampak nyata dari global warming. Dampak yang signifikan adalah mencairnya gunung es tetapi yang paling nyata pada Saya adalah bahwa cuaca dapat berubah secara ekstrim. Kemarin, matahari tidak kunjung terbit padahal sudah jam 10 pagi tetapi tidak lama kemudian, seperti tanpa ada aba-aba, matahari langsung muncul untuk beberapa jam. Tetapi tidak lama, pada tengah hari, matahari langsung tenggelam. Tidak konsisten. Reup bray. Saya pun langsung menyadarinya kalau ini adalah dampak nyata dari global warming dan Saya teringat pada KTT yang membahas global warming yang salah satu pesertanya adalah indonesia dan karena begitu pentingnya masalah ini, KTT itu pun dihadiri langsung oleh para presiden dari negara peserta. Tetapi menurut Saya, ini tetap saja merupakan masalah selingan bagi negara peserta yang sedang diselimuti masalah menyangkut para pemimpin negara itu. Ketika di Indonesia sendiri ada beberapa kelompok massa menuntut presiden agar menon-aktifkan wakil presiden dan menteri keuangan terkait keterlibatannya dalam masalah bank century. Karena begitu selingannya masalah ini, presiden pun mengadakan press confrence mengenai tuntutan ini dari tempat KTT di negara lain mungkin dengan tujuan agar terselingi dengan masalah global warming agar masyarakat tidak terfokus pada masalah bank century ini. “Haha.,ada-ada aja..”. Daripada tambah pusing, 5:00 PM, mendingan nonton sponge bob dan patrick yang polos tak berpolitik.

Selasa, 08 Desember 2009

Nyarang. Melawan takdir?

Di luar rumah petir mulai menyambar. Penyakit, dari satu-satunya perusahaan listrik satu-satunya di Indonesia, kali ini kambuh. Mati lampu. sebenarnya sih tidak hanya lampu yang mati tetapi benda lain yang menggunakan tenaga listrik pun mati. Mungkin lebih tepat disebut mati listrik atau matinya kepercayaan terhadap perusahaan listrik itu. Sebenarnya ada hal lain yang ingin saya bicarakan mengenai kekurangan perusahaan listrik itu tetapi saya takut karena bila nanti saya harus membayar ganti rugi pada perusahaan itu, semua koin sudah habis disumbangkan untuk Prita Mulyasari. Cukup.
Tetapi cahaya layar laptop sangat menyengat. Mungkin ketidakseimbangan cahaya di kamar saya ini. Cuaca di luar mulai mendung karena sepertinya akan hujan. Tetapi hanya kegelapan dan udara panas karena menurut kakak saya ada tetangga yang sedang merenovasi rumah dan katanya dia nyarang. Nyarang adalah ritual dengan tujuan untuk memindahkan hujan. Jadi, hujan yang akan datang, ke daerah orang yang nyarang, akan berpindah ke tempat lain yang tadinya tidak akan hujan. Seperti merubah rencana Tuhan.
Jadi teringat ketika saya SMA. Pada saat itu akan diadakan bazar tahunan dan saat itu sedang musim hujan. Salah seorang teman saya bertanya pada panitia bazar: “gimana kalo ntar pas bazar hujan?” dan si panitia itu pun dengan santai menjawab: “tenang aja kan pake pawang hujan”. Jadi di SMA saya itu ada suatu ekstrakulikuler yang gosipnya bisa memindahkan awan sehingga bisa memindahkan hujan ke tempat lain dan pada saat bazar ekskul itu mempunyai jobdesk untuk membuat bazar sukses dengan cara, pada saat bazar berlangsung, jangan sampai turun hujan karena bila hujan turun, bazar itu bisa dicap gagal. Ketika saya datang ke bazar ada seorang bapak yang bertampang lebih seperti dukun. Ternyata itu adalah seorang pawang hujan yang membantu anggota ekskul itu memindahkan hujan.
Kini banyak musisi internasional yang mengadakan konser di Indonesia. Konser itu tidak selalu di dalam ruangan tetapi bisa juga out door. Mungkin para organizer yang akan mengadakan konser outdoor perlu menyewa pawang hujan agar acaranya tidak terguyur hujan. Mungkin juga bisa menjadi salah satu hal untuk dipromosikan misalnya dengan kata-kata: “pada saat acara ini berlangsung tidak akan turun hujan karena hujan dipindahkan ke tempat lain”. Jadi, para party goer tidak usah membawa payung tidak usah mempermasalahkan ungkapan “sedia payung sebelum hujan”.
Tetapi kenapa ya, katanya tidak ingin acaranya terguyur hujan, tetapi pada saat acara berlangsung ada air yang yang sengaja disemprotkan pada penonton. Apa bedanya dengan hujan?. Kalau begitu, tidak usah menyewa pawang hujan dong?. Oke lah kalo begitu..

perfecsionist but not perfect

Inilah salah satu sifat saya. Perfeksionis. Seharusnya saya sadar bahwa no body is perfect and won’t be perfect. Terkadang, perfeksionis malah membuat hasil tidak sempurna. Karena ingin perfect, maka saya menunggu saat yang terbaik untuk melakukan proses, dan alhasil banyak waktu yang terbuang untuk menunggu dan akhirnya hasil jauh dari sempurna bahkan tidak mencapai target.
Seperti hari ini. Saya berencana untuk melanjutkan membaca buku advance accounting tetapi ada tamu yang sebentar lagi akan datang dan saya harus menyambutnya, jadi, tanggung jika membaca. Mungkin hanya akan terbaca beberapa kalimat saja dan menurut saya itu tidak akan efektif. Itulah sifat perfeksionis saya. Seharusnya saya tetap membaca saja karena sebenarnya kan saya tidak tahu secara pasti berapa lama lagi tamu itu akan datang dan padahal bila nanti ketika membaca tamu itu datang, ya berhenti dulu sejenak lalu kembali membaca dan bila menjadi tidak mengerti pada bacaan selanjutnya karena tadi sempat terhenti, ya tinggal baca ulang beberapa kalimat sebelumnya yang bisa membuat kembali pada alur materi. Dan itulah watak saya. Tahu saran dari suatu permasalahan tetapi tidak tahub bagaimana agar saya dapat menggunakan saran itu.

sepi. sunyi. hening.

Sepertinya saya ketagihan menulis. Tulisan teman saya itu masih berkesan di hati saya. Padahal, menurut saya, mungkin penulis itu tidak niat menulisnya, tak acuh, cuek. Mungkin karena kenaturalannya itulah yang melekat pada tulisan itu. Tulisan itu semacam diary yang mengungkapkan kisah yang dialaminya pada suatu hari yang membuat saya tergugah untuk menulis tulisan pertama untuk blog itu. Dan dramatisasi pun semakin menjadi-jadi. Memunculkan ingatan pada apa yang terjadi sepanjang hari dan suasana diciptakan secara berlebihan. Sebelumnya saya sudah terbiasa dengan ketiadaan bapak saya karena beliau sudah meninggal dunia sudah lama 10 bulan yang lalu tepatnya pada tanggal 13 februari yaitu sehari sebelum hari dimana kasih sayang dijadikan lebih. Sangat kebetulan pisan banget sekali. Sudah beberapa hari saya tidak berada di Bandung karena pada hari jumat saya pergi ke Bekasi untuk mengantarkan mamah saya yang akan berjuang untuk melawan penyakitnya. Dan otomatis kuliah saya harus ditinggalkan untuk beberapa hari.
Mamah saya sakit. Mungkin terkena dampak negatif dari perayaan idul qurban. Kelurga nenek dan kakek kami mengelola yayasan perguruan islam. Pada saat idul adha kami menerima titipan hewan qurban sehingga kami sekelurga besar pun menjadi panitia qurban. Karena kami sekeluarga adalah panitia maka kami pun mendapat jatah daging qurban yang terdiri dari daging sapi dan kambing. Lalu mamah saya memakan daging kambing yang telah dimasaknya padahal beliau memiliki penyakit tekanan darah tinggi. Otomatis tekanan darah mamah saya naik drastis menjadi 190. Dari situ penyakitnya menjalar ke asam urat rheumatik dan menurut therapis di bekasi, bila tidak diterapi akan menimbulkan penyakit stroke—jadi teringat pada salah satu gambar dari group band yang dicopy dari PC-nya teman saya, Rakean.
Kembali pada kedramatisiran. Karena penyakit mamah saya bisa lebih berbahaya bila tidak akan diobati maka mamah saya pun harus diterapi selama satu minggu. Tetapi tidak mungkin saya meninggalkan kuliah untuk lebih lama lagi. Maka saya pun pulang ke Bandung tanpa seorang mamah.
Ketika sudah kembali ke Bandung saya sadar bahwa sudah beberapa hari saya tidak berada di rumah. Kangen. Rindu. Bandung, I’m coming. Senang. Welcome home. Tetapi sepertinya tak ada yang menyambut kedatangan saya. Memang benar. Sepi, sunyi, hening itu semakin terasa. Kerinduan pada rumah hilang. Tetapi ada lagi satu rasa kangen yang lebih. Rindu pada mamah. Padahal baru beberapa saat tidak bertatap muka. Kesunyian itu membuat saya sadar bahwa sudah lama saya tidak bertemu bapak saya. Timbul rasa kangen pada bapak. Kemanakah orang-orang yang saya cintai. Tetapi apa boleh buat, sepi, sunyi, hening adalah jawabannya.

blogging, dramatize my life

Dulu saya melihat blog teman yang dilink dari friendsternya lalu beberapa kali saya pun melihatnya yang dilink dari facebooknya. Karena tidak ingin dibilang ketinggalan zaman, saya pun langsung membuat blog, ya, hanya membuatnya tanpa saya tindaklanjuti. Kebetulan di kampus ada LK yang mengadakan seminar tentang blog, saya pun mengikutinya karena saya rasa seminar ini bermanfaat. Lama setelah itu, tidak hanya melihatnya, saya pun banyak membaca poin-poin penting dari blog itu. Lalu timbullah niat untuk menulis di blog, hanya niat, tidak ada rencana untuk mewujudkannya karena saya tidak tahu apa yang akan ditulis. Pada awalnya saya berpikir, karena blog itu bisa diakses oleh semua orang, maka tulisan yang dipost harus baik, bagus, berkualitas karena akan menyangkut kualitas kemampuan menulis dan berdampak pada penilaian orang terhadap kita. Pada saat itu saya berpikir mungkin saya harus menulis mengenai topik yang sepertinya bila saya membahas topik itu, orang-orang yang membacanya akan menilai kalau saya itu berkualitas, tidak nora, anak zaman sekarang banget. Lama setelah itu, saya menonton suatu episode serial “angel’s diary” di tv dan dalam serial itu, si pemain utama menjadikan blog sebagai diary-nya. Serial itu memeberikan inspirasi, tetapi saya sempat berpikir “alay-kah seorang lelaki dewasa apabila menulis diary?” dan pada saat itu saya pun belum menemukan jawabannya sampai pada suatu saat saya mengikuti belajar bareng di rumah teman. Tepatnya adalah minta diajarin karena dosen yang mengajari saya diberi silabus yang salah oleh lembaga. Sehingga saya minta diajarkan oleh teman saya yang silabusnya benar. Setelah belajar selesai kami sempat berbincang-bincang, entah dari mana awalnya, dalam perbincangan itu kami membahas ayah dari salah satu teman kami uang sedang menonton pertandingan bola lalu datang semua anak perempuannya (tidak memiliki anak laki-laki) beserta istrinya yang tiba-tiba merebut remote tv dari tangan suaminya lalu memindahkan channelnya ke acara sinetron, lalu menyuruh suaminya untuk menonton di rumah tetangganya saja. Lalu si suami pergi ke kamarnya. Dari situ kami berandai-andai, “gimana kalo di kamarnya dia mencurahkan semua kekesalannya lewat buku diary”,”terus nulisnya sambil tiduran kaya Angel di serial angel’s diary”,”terus sambil nangis”, “terus nulisnya; dear diary.,hari ini aku kesel banget soalnya bla bla bla..”, “terus aku (teman saya) dateng ke kamarnya dan ketauan sama aku, aku bakal illfeel banget sama papa aku”. Dari becandaan itu saya tahu kalo memang alay jika lelaki menulis diary. Tetapi, lama setelah itu, saya melihat blog teman saya, seorang lelaki, yang dalam blognya dia mempost sebuah tulisan semacam diary yang mengungkapkan kisah yang dialaminya pada suatu hari, tetapi menurut saya tulisan itu berbeda dengan diary-nya seorang wanita. Memang semacam diary tetapi tidak alay dan wajar bagi lelaki. Mungkin karena bukan tentang cinta atau, sekalipun tentang cinta, dia mencurahkan isi hatinya tidak berlebihan. Pokoknya beda, tapi saya tidak bisa mengungkapkan dengan kata-kata mengenai perbedaannya secara pasti. Pokoknya beda. Dari situlah saya merubah pandangan mengenai diary. Bahwa seorang lelaki sah-sah saja mengisi blog-nya dengan tulisan diary, tepatnya semacam diary, asalkan berbeda dengan diary-nya wanita. Dan dari situ pula saya mulai memikirkan isi blog saya yang menurut saya pasti akan terisi minimal dengan kisah sehari-hari tanpa memikirkan bagus, berkualitas, tidak nora, anak zaman sekarang banget, tidak alay atau apapun yang akan menyangkut image saya, yang penting tulisan yang saya post di blog ini bisa saya jadikan sebagai media untuk belajar menulis. Lalu saya mengingat semua kejadian yang telah atau sedang saya alami dan memikirkan bagaimana mengungkapkannya dalam tulisan yang nantinya akan di-post ke blog. Tetapi entah mengapa, kejadian itu secara natural saya dramatisir dan, tidak hanya kejadian saya bayangkan, saya pun seperti mendramatisir suasana yang sedang saya alami. Seperti harus membuat menarik kejadian yang telah dan sedang saya alami sehingga akan memperindah tulisan saya. “What’s wrong?”, “what happen?”. Exactly, I don’t understand. Mungkin gaya menulis saya belum natural seperti ada tuntutan kalau tulisan saya harus begini atau begitu karena masih memikirkan dampak dari tulisan saya buat. Biarlah, mungkin hal itu dapat perlahan menghilang secara alami sehingga tulisan saya pun akan lebih jujur dan berkualitas.

Jumat, 14 Maret 2008

eki baehaki